Prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara merupakan sumber penting untuk memahami sejarah kerajaan hindu di Pulau Jawa.
Dimana setidaknya terdapat 7 prasasti batu bertuliskan yang berisikan kejayaan Kerajaan Tarumanegara pada abad ke-4 Masehi.
Di dalam artikel ini, kami akan membahas lebih detail mengenai prasasti peninggalan kerajaan tarumanegara, mulai dari Prasasti Jambu, Prasasti Ciaruteun, Prasasti Tugu, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Pasir Awi, Prasasti Cidanghiang, hingga Prasasti Muara Cianten secara lengkap.
Yuk, baca artikel ini sampai selesai untuk mengetahuinya.
Apa itu Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara?
Prasasti peninggalan kerajaan tarumanegara adalah sejumlah prasasti atau artefak batu yang menjadi sumber sejarah atau bukti fisik mengenai keberadaan Kerajaan Tarumanegara.
Kerajaan Tarumanegara merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang bercorak Hindu. Wilayah kekuasaannya diperkirakan meliputi bagian barat Pulau Jawa, khususnya Jawa Barat saat ini.
Prasasti-prasasti peninggalan kerajaan tarumanegara, antara lain:
- Prasasti Tugu
- Prasasti Ciaruteun
- Prasasti Jambu
- Prasasti Pasir Awi
- Prasasti Kebon Kopi
- Prasasti Cidanghiang
- Prasasti Muara Cianten
Prasasti-prasasti ini kebanyakan terbuat dari batu andesit atau batu alam. Dimana isi tulisannya dalam bahasa Sansekerta dan aksara Pallawa yang memuat informasi tentang raja-raja atau catatan peristiwa penting pada masa Kerajaan Tarumanegara berkuasa.
7 Prasasti Peninggalan dari Kerajaan Tarumanegara
Prasasti Jambu
Prasasti Jambu adalah salah satu prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara yang bercorak Hindu.
Prasasti batu ini ditemukan pada tahun 1854 oleh Jonathan Rigg yang merupakan seorang pengusaha perkebunan karet Inggris di atas bukit pasir yang bernama Pasir Koleangkak, Perkebunan Sadeng Djamboe, Bogor, Jawa Barat.
Menurut sejarawan, Prasasti Jambu diperkirakan dibuat pada masa pemerintahan Raja Purnawarman.
Secara fisik, Prasasti Jambu berupa sebuah batu besar berbentuk pipih yang dipahat dengan tulisan dan gambar. Bahan batunya terbuat dari batu andesit berwarna abu-abu kehitaman. Ukuran prasasti ini adalah 136 cm x 82 cm x 17 cm. Tulisan pada prasasti menggunakan bahasa Sansekerta dan aksara Pallawa dengan bentuk yang indah dan rapi.
Isi Prasasti Jambu berbunyi: "Menjadikan tubuhnya sebagai perisai ilahi, pemimpin para Ksatria, Maharaja Purnawarman, yang perkasa dengan kekuatan pikiran bercahayanya, pernah memerintah Taruma negara".
Kalimat tersebut memuji keperkasaan dan kebijaksanaan Raja Purnawarman sebagai pemimpin Kerajaan Tarumanagara. Selain itu, prasasti ini juga menjadi bukti awal keberadaan nama "Taruma" sebagai nama kerajaan.
Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun merupakan peninggalan bersejarah Kerajaan Tarumanegara yang berasal dari abad ke-5 Masehi.
Prasasti yang dibuat dari batu andesit ini ditemukan pada tahun 1863 oleh seorang berkebangsaan Belanda bernama Van Der Vlis, di tepi Sungai Ciaruteun, Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Secara fisik, Prasasti Ciaruteun berbentuk lempengan batu tebal berukuran 200 cm x 150 cm. Pada bagian tengah batu menjorok ke dalam membentuk ceruk berbentuk tapak kaki. Ceruk inilah yang diyakini sebagai bekas tapak kaki Raja Purnawarman dari Kerajaan Tarumanagara.
Selain itu, tulisan pada Prasasti Ciaruteun menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Isinya berupa penghormatan dan puja bakti kepada Raja Purnawarman atas jasanya membangun bendungan dan saluran irigasi untuk kesejahteraan rakyatnya.
Prasasti Tugu
Prasasti Tugu merupakan prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Prasasti ini ditemukan pada tahun 1879 di Desa Tugu, Kampung Batu Tumbuh, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Secara fisik, Prasasti Tugu berbentuk menhir atau tugu batu yang dipahatkan pada sebuah batu andesit berbentuk bulat memanjang dengan ketinggian sekitar 1 meter. Pada bagian permukaannya dipahat dengan rapi menggunakan 53 baris tulisan berbahasa Sansekerta dan menggunakan aksara Pallawa kuno.
Isi Prasasti Tugu berupa titah Raja Purnawarman yang dituliskan dalam bentuk syair puisi anustubh. Inti dari isi prasasti adalah perintah Raja Purnawarman kepada pengawal dan rakyatnya untuk menggali dua buah sungai, yaitu Sungai Candrabaga dan Sungai Gomati. Selain itu, diperintahkan juga untuk membuat saluran-saluran irigasi untuk mengalirkan air sungai ke sawah dan ladang.
Tujuan utama penggalian sungai dan saluran irigasi ini adalah untuk mencegah terjadinya bencana alam berupa banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Hal itu karena dapat merusak tanaman pertanian dan membahayakan kondisi wilayah kerajaan.
Selain itu, sistem irigasi juga dimaksudkan untuk meningkatkan hasil panen agar kerajaan makmur dan rakyat sejahtera.
Prasasti Kebon Kopi
Prasasti Kebon Kopi merupakan dua buah prasasti batu andesit peninggalan Kerajaan Tarumanegara yang diperkirakan dibuat sekitar abad ke-5 Masehi. Prasasti ini ditemukan di wilayah Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Prasasti Kebon Kopi I atau yang juga disebut Prasasti Tapak Gajah berbentuk lempengan batu berukuran 205 cm x 65 cm. Pada bagian tengahnya menjorok membentuk telapak kaki gajah.
Tulisan pada prasasti itu menggunakan bahasa Sansekerta dan aksara Pallawa yang ditata dalam bentuk puisi seloka metrum anustubh. Isinya berupa anugerah Raja Purnawarman kepada pendeta Hindu atas jasanya menyebarkan agama Hindu.
Sementara itu, Prasasti Kebon Kopi II merupakan prasasti persegi panjang berukuran 89 cm x 89 cm yang bagian tengahnya juga menjorok. Prasasti kebon Kopi II memiliki nama lain yaitu Prasasti Pasir Muara dan Prasasti Rakryan Juru Pangambat.
Prasasti ini lebih tua beberapa dekade dari Prasasti Kebon Kopi I dan dianggap sebagai prasasti tertua Kerajaan Tarumanegara sekitar awal abad ke-5 Masehi.
Tulisan pada Prasasti Kebon Kopi II menyebutkan secara eksplisit toponim "Sunda" yang merujuk ke wilayah Jawa Barat saat ini.
Prasasti Pasir Awi
Prasasti Pasir Awi merupakan salah satu prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara yang berasal dari abad ke-5 Masehi.
Prasasti batu andesit ini pertama kali diketahui keberadaannya oleh seorang arkeolog Belanda bernama N.W. Hoepermans pada tahun 1867. Dimana prasasti pasir awi ditemukan di lereng selatan Bukit Pasir Awi, Desa Sukamakmur, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Secara fisik, Prasasti Pasir Awi berupa lempengan batu alam berbentuk persegi panjang dengan ukuran 150 cm x 140 cm.
Pada bagian tengah batu menjorok ke dalam membentuk tapak kaki. Tapak kaki inilah yang dipercaya sebagai bekas telapak kaki Raja Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara.
Tulisan pada prasasti tersebut ditata dengan rapi menggunakan huruf ikal yang ditulis melingkar mengelilingi tapak kaki. Sayangnya isi tulisan itu masih sulit dibaca hingga kini.
Selain itu, penamaan Prasasti Pasir Awi berasal dari lokasi Bukit Pasir Awi yang merupakan bukit berpasir dengan banyak tumbuhan bambu atau awi dalam bahasa Sunda.
Prasasti Cidanghiang
Prasasti Cidanghiang merupakan salah satu prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara.
Prasasti yang terbuat dari batu andesit ini ditemukan pada tahun 1947 oleh seorang penduduk bernama Toebagus Roesjan di tepi Sungai Cidanghiang, Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Tulisan pada prasasti ini terdiri dari 12 baris menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta.
Dimana Isi dari prasasti cidanghiang berupa sanjungan dan pujian yang memuliakan Raja Purnawarman sebagai panji atau panutan untuk seluruh raja yang memiliki keberanian, keagungan dan keperwiraan luar biasa melebihi raja-raja di dunia.
Prasasti Muara Cianten
Prasasti Muara Cianten adalah salah satu prasasti Kerajaan Tarumanagara yang berasal dari abad ke-5 Masehi.
Prasasti ini ditemukan pada tahun 1864 oleh seorang berkebangsaan Belanda bernama W. van Gorkom. Dimana letak penemuannya berada di tepi Sungai Cisadane dekat Muara Cianten, Desa Cianten, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Secara fisik, Prasasti Muara Cianten berbentuk lempengan batu alam yang terbuat dari batu andesit berukuran tinggi 140 cm, panjang 317 cm, dan lebar 148 cm.
Pada bagian tengah prasasti terdapat relief berbentuk tapak kaki yang menjorok. Diperkirakan ini adalah bekas telapak kaki raja Kerajaan Tarumanegara pada masa itu. Di sekeliling tapak kaki terdapat goresan gambar dan tulisan beraksara Pallawa yang ditulis melingkar.
Berdasarkan angka tahun yang tertera, Prasasti Muara Cianten diperkirakan dibuat pada tahun 536 Masehi saat negara Tarumanagara dipimpin oleh seorang Raja Sunda. Prasasti ini berisi tentang pergantian kekuasaan pada masa akhir berdirinya Kerajaan Tarumanegara sebelum digantikan Kerajaan Sunda.
Kesimpulan
Prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara merupakan artefak batu bertuliskan dengan aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta.
Prasasti-prasasti tersebut, antara lain Prasasti Jambu, Prasasti Ciaruteun, Prasasti Tugu, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Pasir Awi, Prasasti Cidanghiang, dan Prasasti Muara Cianten.
Semua prasasti ini berasal dari abad ke-5 Masehi pada masa Kerajaan Tarumanegara berjaya. Isi dari prasasti-prasasti tersebut, seperti nama raja, catatan peristiwa, dan kebijakan raja Tarumanegara kala itu.
Adanya prasasti-prasasti Tarumanegara itu menjadi bukti nyata mengenai keberadaan kerajaan tertua di bagian barat Pulau Jawa.