Kerajaan Tarumanegara merupakan salah satu kerajaan tertua di Pulau Jawa yang pernah berjaya pada abad ke-4 hingga abad ke-7 Masehi.
Kerajaan ini pernah menguasai hampir seluruh Jawa bagian Barat dari Banten hingga Cirebon. Tentunya ini menunjukkan kehidupan kerajaan yang cukup maju dalam berbagai aspek.
Nah, apabila Anda tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama masyarakat Kerajaan Tarumanegara. Maka, Anda harus membaca artikel ini untuk mengetahuinya.
Mari simak uraian lengkapnya sampai selesai.
Apa itu Kehidupan Kerajaan Tarumanegara?
Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan hindu yang pernah berjaya di wilayah Jawa bagian barat. Kerajaan ini diperkirakan berdiri sekitar abad ke-4 Masehi dan runtuh pada sekitar abad ke-7 Masehi.
Wilayah kekuasaan Tarumanegara pernah meliputi sebagian besar tanah Jawa bagian barat, dari Banten hingga Cirebon dengan pusat kerajaannya berada di daerah bekas Karesidenan Bogor dan Priangan. Dalam Prasasti Tugu disebutkan bahwa Tarumanegara pernah menguasai 48 daerah atau kerajaan kecil sebagai wilayah taklukannya.
Kerajaan ini mencapai masa keemasan di bawah kepemimpinan Raja Purnawarman. Raja yang ketiga ini dikenal sebagai raja yang gagah berani, bijaksana, dan sangat memperdulikan kesejahteraan rakyatnya.
Dengan armada angkatan laut yang kuat, Purnawarman mengembangkan hubungan dagang dan diplomatik dengan kerajaan tetangga di nusantara. Hasil kekayaan negeri digunakan untuk membangun sarana irigasi pertanian dan sarana transportasi untuk rakyatnya.
Kehidupan masyarakat Tarumanegara sangat dipengaruhi oleh kebudayaan India. Agama Hindu menjadi agama resmi kerajaan, sebagaimana yang tergambar pada prasasti Tugu.
Masyarakat juga banyak yang memuja dewa-dewa Hindu seperti Siwa dan Wisnu. Pengaruh budaya India juga tampak pada hasil seni bangunan dan arsitektur khasnya, seperti pada Candi Batujaya dan Candi Jiwa.
Berbagai Kehidupan di Kerajaan Tarumanegara
Kehidupan Politik Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara merupakan salah satu kerajaan tertua di Pulau Jawa yang berdiri sekitar abad ke-4 Masehi.
Kerajaan ini menganut sistem monarki absolut, di mana raja memiliki kekuasaan mutlak atas kerajaan. Berdasarkan prasasti Tugu yang dibangun oleh Raja Purnawarman, diketahui bahwa setidaknya ada 12 raja yang memimpin kerajaan ini sejak berdirinya hingga runtuh pada abad ke-7 Masehi.
Raja ketiga Kerajaan Tarumanegara, Purnawarman, dikenal sebagai raja paling berpengaruh dan membawa Kerajaan Tarumanegara pada masa keemasan/kejayaan.
Wilayah kekuasaannya sangat luas, meliputi sebagian besar Jawa Barat, dari Banten, Jakarta, Bogor, hingga Cirebon. Ia berhasil menaklukkan 48 kerajaan kecil di Pulau Jawa dan menjadikan mereka sebagai daerah bawahannya.
Dalam prasasti Tugu juga disebutkan Purnawarman memiliki pasukan laut yang kuat sehingga ia disebut sebagai raja maritim. Armada lautnya melakukan patroli di perairan dan menjaga wilayah pesisir Kerajaan Tarumanegara.
Purnawarman dikenal sebagai raja yang bijaksana dan memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Ia membangun hubungan baik dengan kerajaan tetangga seperti Kutai di Kalimantan, Sriwijaya di Sumatera, dan Bali.
Hubungan itu dijalin melalui jalur perdagangan dan diplomatik. Kerajaan Tarumanegara mengekspor rempah-rempah, emas, perak, dan hasil hutan yang ditukar dengan sutra dan keramik. Kekayaan yang diperoleh digunakan untuk membangun irigasi dan sarana transportasi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Sayangnya, setelah masa kepemimpinan Purnawarman berakhir, Kerajaan Tarumanegara mulai mengalami kemunduran. Beberapa catatan menyebut penyebabnya karena serangan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi yang menandai berakhirnya Kerajaan Tarumanegara.
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Tarumanegara
erajaan Tarumanegara memiliki letak yang sangat strategis di wilayah pesisir utara Jawa Barat. Kondisi geografis tersebut memungkinkan kerajaan menjadi pusat perdagangan yang ramai.
Sumber utama kegiatan ekonomi Kerajaan Tarumanegara diketahui berasal dari sektor pertanian, peternakan, perikanan, serta perdagangan rempah-rempah dan komoditas lainnya.
Berdasarkan catatan sejarah Tiongkok kuno oleh Fa Hien, diketahui bahwa sebagian besar penduduk Tarumanegara menggantungkan hidup dari pertanian padi, palawija, dan sayur mayur. Kemudian, mereka juga beternak sapi, kerbau, kuda, kambing, dan unggas.
Hasil pertanian dan peternakan tersebut sebagian dikonsumsi sendiri dan sebagian lagi diperdagangkan ke luar kerajaan. Selain itu, rakyat Tarumanegara juga memanfaatkan hutan sekitar untuk berburu binatang dan mencari madu. Mereka juga menangkap ikan di laut dan sungai untuk dikonsumsi sehari-hari.
Komoditas unggulan yang biasa diekspor oleh Tarumanegara, seperti rempah-rempah seperti cengkeh dan pala, damar, rotan, kulit penyu, gading gajah, serta emas dan perak. Komoditas itu diperoleh dari pedagang-pedagang di pelabuhan yang datang dari berbagai kerajaan maritim seperti Sriwijaya dan India.
Tidak hanya sampai disitu, untuk meningkatkan produktivitas pertanian, Raja Purnawarman membangun saluran irigasi yang dinamakan dengan Sungai Gomati. Pembangunan tersebut sangat penting untuk pengembangan pertanian di wilayah pedalaman Tarumanegara.
Purnawarman juga menjalin hubungan diplomatik dan perdagangan yang erat dengan kerajaan tetangga seperti Kalingga, Bali, dan Kutai.
Kehidupan Sosial Kerajaan Tarumanegara
Struktur sosial di Kerajaan Tarumanegara terdiri dari tiga lapisan, yaitu bangsawan, rakyat biasa, dan budak.
Bangsawan menempati lapisan tertinggi dengan berbagai hak istimewa seperti mengakses pendidikan, menduduki jabatan politik di pemerintahan, serta mendapat tanah dan harta kekayaan melimpah. Mereka biasanya terdiri dari keluarga kerajaan dan bangsawan keturunan asing yang ditaklukkan untuk memperkuat Kerajaan Tarumanegara.
Sementara, rakyat biasa bekerja di sektor pertanian, perdagangan, atau menjadi prajurit. Mereka membayar upeti kepada kerajaan berupa hasil bumi atau pajak. Meskipun tidak sekaya bangsawan, rakyat biasa hidup cukup makmur di bawah kepemimpinan Raja Purnawarman yang bijaksana.
Lapisan terendah adalah budak yang diperoleh dari hasil penaklukan kerajaan kecil atau dari hasil beli budak. Mereka bekerja tanpa mendapat upah dan diperlakukan sebagai milik majikannya.
Kehidupan sosial Kerajaan Tarumanegara dapat dikatakan maju karena sistem kasta di zaman itu tidak terlalu kaku. Pengelompokan sosial lebih banyak didasarkan pada meritokrasi, sehingga ada keluasan bagi rakyat biasa untuk meningkatkan taraf hidupnya.
Selain itu, infrastruktur kerajaan yang baik seperti irigasi dan transportasi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak. Semua warga kerajaan, terutama petani, dapat menikmati kemakmuran ekonomi sehingga menciptakan masyarakat Tarumanegara yang relatif lebih baik dibanding kerajaan lain masa itu.
Kehidupan Budaya Kerajaan Tarumanegara
Kebudayaan Kerajaan Tarumanegara sangat dipengaruhi oleh agama dan kebudayaan India karena letaknya yang strategis di jalur perdagangan internasional pada masa itu. Pengaruh Hindu-Buddha tampak pada peninggalan candi, prasasti, seni ukir, dan gaya arsitektur bangunannya.
Beberapa candi penting peninggalan Kerajaan Tarumanegara antara lain Candi Batujaya, Candi Jiwa, dan Candi Cidanghiang. Ketiga candi itu menunjukkan pengaruh agama Hindu-Budha dalam kepercayaan masyarakat Tarumanegara. Selain itu ditemukan pula prasasti yang tertulis dalam bahasa Sanskerta dan beraksara Pallawa khas India Selatan.
Beberapa prasasti penting antara lain Prasasti Tugu, Prasasti Jambu, Prasasti Kebon Kopi dan Prasasti Muara Cianten.
Dari sisi seni bangunan, masyarakat Tarumanegara mengadopsi gaya seni dengan relief timbul bertema binatang dan tumbuhan serta hiasan Kala Makara khas seni Pallawa. Contohnya terdapat pada relief Candi Batujaya dan pintu gerbang Candi Jiwa.
Dengan demikian dapat dikatakan kebudayaan Tarumanegara menunjukkan perpaduan antara budaya asli dengan pengaruh Hindu-Buddha yang sangat kuat dari India.
Kehidupan Agama Kerajaan Tarumanegara
Agama yang dianut di Kerajaan Tarumanegara adalah Hindu Siwa. Ini terlihat dari beberapa bukti prasasti yang menyebutkan Dewa Siwa sebagai dewa utama yang disembah. Misalnya pada Prasasti Tugu terdapat kalimat "siddhayātreśvarāya buddhyā" yang artinya "demi kemenangan batara Iswara dengan penuh kebijaksanaan".
Selain itu, Prasasti Ciaruteun dan Prasasti Muara Cianten juga menyebut penggunaan kalender Saka yang berdasarkan perhitungan Hindu. Prasasti Kebon Kopi bahkan secara jelas menuliskan silsilah keluarga Kerajaan Tarumanegara yang berhubungan dengan Dewa Siwa. Bahkan, masyarakat biasa percaya bahwa raja Tarumanegara merupakan titisan Dewa Siwa di bumi.
Meskipun, Hindu Siwa merupakan agama resmi kerajaan, bukti arkeologis juga menunjukkan pengaruh Budha cukup signifikan. Hal ini terlihat dari ditemukannya arca Budha di Candi Jiwa dan relief cerita jataka pada beberapa candi. Ada pula sebagian kecil masyarakat yang masih percaya pada animisme.
Secara keseluruhan, agama di Kerajaan Tarumanegara mencerminkan perpaduan beberapa kepercayaan. Hal ini mungkin saja terjadi karena letak Tarumanegara di jalur perdagangan yang ramai sehingga terjadi akulturasi budaya dari para pedagang asing yang singgah.
Meski demikian, pengaruh Hindu Siwa tidak diragukan lagi merupakan agama dominan pada masa pemerintahan Raja Purnawarman.
Kesimpulan
Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan tertua yang pernah berkuasa di sebagian besar wilayah Jawa bagian Barat pada abad ke 4-7 Masehi. Kerajaan ini pernah mengalami masa keemasan di bawah kepemimpinan Raja Purnawarman yang bijaksana.
Pada masa pemerintahan Purnawarman, Tarumanegara menjadi kerajaan besar dan kuat yang menguasai 48 kerajaan kecil serta menjalin hubungan dagang internasional. Kekayaan kerajaan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan dan infrastruktur bagi rakyatnya.
Ditinjau dari berbagai aspek kehidupan, masyarakat Tarumanegara telah maju. Kebudayaan, politik, ekonomi, sosial dan agama kerajaan ini dipengaruhi oleh India melalui jalur perdagangan yang ramai.
Peninggalan sejarah berupa candi, prasasti, dan artefak lainnya membuktikan peradaban tinggi yang pernah dicapai Kerajaan Tarumanegara pada zamannya.