7 Peninggalan Kerajaan Sunda dari Prasasti hingga Situs

Cari tahu selengkapnya mengenai 7 peninggalan kerajaan sunda dari prasasti hingga situs dengan membaca artikel ini sampai selesai.

Selama berabad-abad, di Jawa Barat pernah berdiri sebuah kerajaan besar dan berpengaruh yang dikenal dengan nama Kerajaan Sunda.

Kerajaan Sunda meninggalkan berbagai situs dan artefak budaya yang sampai saat ini masih dilestarikan. Keberadaannya memberi informasi penting mengenai peradaban masyarakat Sunda kuno.

Di dalam artikel ini, kami akan mengulas sejumlah peninggalan berharga dari Kerajaan Sunda dari prasasti hingga situs yang berhasil ditemukan.

Yuk, simak penjelasannya dibawah ini.

Peninggalan Kerajaan Sunda

gambar peninggalan kerajaan sunda

Prasasti Cikapundung

Prasasti Cikapundung adalah salah satu peninggalan bersejarah yang sangat penting dari Kerajaan Sunda di Jawa Barat. 

Prasasti batu ini pertama kali ditemukan pada tahun 1947 oleh seorang petani kina bernama Mas Mul di perkebunan Cikapundung, tepatnya di desa Ujungberung, Kabupaten Bandung. 

Lokasi penemuan prasasti tersebut berada di kaki Gunung Manglayang, tak jauh dari Situs Cibuaya yang merupakan pusat Kerajaan Sunda.

Prasasti Cikapundung dipahat pada sebuah arca megalitik berbentuk menhir atau batu tegak yang terbuat dari batu andesit. Ukuran prasasti ini cukup besar, dengan tinggi 178 cm, lebar 80 cm, dan tebal 55 cm. 

Pada bagian permukaannya yang halus dimanfaatkan untuk mengukir aksara Sunda kuno dan relief hiasan berupa gambar telapak tangan, telapak kaki, serta wajah dengan ekspresi tertawa.

Meskipun disebut prasasti, isi Prasasti Cikapundung sebenarnya sangat singkat. Hanya berupa angka tahun "1263 Saka" yang setara dengan tahun 1341 Masehi dalam penanggalan masehi. 

Aksara dan angka tahun itu dipahatkan dengan rapi di bagian bawah arca. Para ahli memperkirakan prasasti ini berisi tentang wejangan atau petuah bijak, meskipun sebagian besar isinya kini sudah aus tidak terbaca lagi.

Kini Prasasti Cikapundung disimpan dan dipamerkan di Museum Nasional Indonesia sebagai salah satu koleksi penting peninggalan masa Hindu-Buddha di Indonesia. 

Prasasti tersebut berada di ruang pamer Prasasti, dengan nomor inventaris 479c/D184. Prasasti ini tetap terjaga dan dilestarikan sebagai cagar budaya tak ternilai harganya untuk bangsa Indonesia.

Prasasti Pasir Datar

Prasasti Pasir Datar adalah peninggalan bersejarah yang berasal dari masa Kerajaan Sunda di Jawa Barat. 

Prasasti ini untuk pertama kalinya ditemukan pada tahun 1872 oleh Bapak I.W. van Oldenborgh yang merupakan seorang inspektur perkebunan kopi yang bertugas di daerah Cisande, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Prasasti Pasir Datar ditemukan di tepi Sungai Cigalontang yang terletak di desa Pasir Datar, Kecamatan Cibeber, Cisande.

Prasasti Pasir Datar berwujud sebuah batu datar berbentuk trapezium (seperti segi empat tak beraturan) yang diperkirakan terbuat dari batu andesit alam. Batu prasasti ini berukuran 58 cm x 47 cm x 7 cm dengan bagian tengah sedikit menjorok ke dalam. Goresan-goresan aksara Sunda kuno terlihat di bagian sisi sebelah dalam dengan panjang keseluruhan 55 cm.

Sayangnya, karena batu prasasti ini ditemukan dalam keadaan terkelupas dan lapuk dimakan usia, goresan aksaranya sekarang sudah banyak yang pudar hampir tidak terbaca. Sejauh ini belum ada usaha untuk membaca aksara Sunda kuno pada Prasasti Pasir Datar ini. Karena itu, hingga kini isi dan pesan yang ingin disampaikan prasasti tersebut masih menjadi teka-teki.

Prasasti Pasir Datar kini disimpan di Museum Nasional Indonesia dengan nomor inventaris NM 1538. Prasasti yang diyakini berasal dari abad ke-15 atau 16 Masehi tersebut diakui sebagai artefak penting peninggalan tradisi megalitik masa Kerajaan Sunda, meskipun isinya sendiri belum sepenuhnya terungkap hingga sekarang.

Prasasti Huludayeuh

gambar prasasti huludayeuh

Prasasti Huludayeuh merupakan warisan sejarah yang berasal dari zaman Kerajaan Sunda di tanah Pasundan, Jawa Barat. 

Letak prasasti ini berada di tengah hamparan sawah Desa Cikalahang, tepatnya di Kampung Huludayeuh, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon. Prasasti batu andesit ini pertama kali ditemukan sekitar tahun 1960 oleh seorang petani ketika membajak sawahnya.

Diperkirakan berasal dari abad ke-15 atau awal abad ke-16 Masehi, Prasasti Huludayeuh dinilai sezaman dengan masa pemerintahan Prabu Siliwangi dari Kerajaan Sunda. 

Isinya menyebut tentang usaha-usaha kebajikan yang telah dilakukan oleh Sri Baduga Maharaja, salah satu raja di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. 

Namun, sayang sekali, kondisi batu prasasti yang lapuk dan aus telah menghilangkan sebagian besar tulisannya, sehingga detail proyek besar apa yang dimaksud dalam prasasti tersebut tidak diketahui pasti.

Berdasarkan gaya bahasa dan aksaranya, Prasasti Huludayeuh ditulis menggunakan bahasa Sunda Kuno dengan pengaruh bahasa Jawa Kuno. Ukuran prasasti batu itu cukup besar, dengan tinggi 75 cm, lebar 35 cm, dan tebal sekitar 20 cm. 

Saat ini, Prasasti Huludayeuh disimpan dan dikelola oleh Museum Ranggawarsita, Kota Subang sebagai koleksi peninggalan purbakala Jawa Barat.

Prasasti Kebon Kopi II

Prasasti Kebon Kopi II merupakan salah satu peninggalan berharga Kerajaan Sunda yang ada di tanah Jawa bagian barat. 

Prasasti batu andesit tersebut pertama kali ditemukan pada abad ke-19 di kampung Pasir Muara, Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasinya berada sekitar 1 km dari situs Prasasti Kebon Kopi I.

Bertulis tahun Saka 932 atau setara dengan tahun 1010 Masehi, Prasasti Kebon Kopi II ditulis menggunakan Aksara Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno. Isinya menyebutkan bahwa, "Batu peringatan ini adalah ucapan Rakryan Juru Pangambat, pada tahun 458 Saka (932 Masehi), bahwa tatanan pemerintah dikembalikan kepada kekuasaan raja Sunda".

Kalimat tersebut diartikan sebagai pemulihan takhta Kerajaan Sunda setelah mengalami masa keterpurukan atau kekacauan. Rakryan Juru Pangambat diperkirakan adalah pejabat tinggi atau penguasa bawahan raja Sunda pada masa itu. Prasasti ini kemudian menjadi prasasti tertua yang secara eksplisit menyebut toponimi 'Sunda'.

Kini, Prasasti Kebon Kopi II disimpan di Museum Nasional Indonesia dengan nomor inventaris 1402. Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti Pasir Muara atau Prasasti Rakryan Juru Pangambat ini penting karena memberi informasi mengenai Kerajaan Sunda abad ke-10 Masehi yang masih sedikit diketahui saat ini.

Prasasti Ulubelu

Prasasti Ulubelu adalah prasasti batu dari masa Kerajaan Sunda yang ditemukan di Provinsi Lampung. 

Prasasti yang diperkirakan berasal dari abad ke-15 Masehi ini pertama kali ditemukan pada tahun 1936 oleh seorang penduduk bernama Ismail di Desa Rebangpunggung, Kecamatan Kotabumi, Lampung. Kini prasasti bersejarah ini disimpan di Museum Nasional Indonesia dengan nomor inventaris D.154.

Prasasti Ulubelu berbentuk lempengan batu kapur berwarna kecoklatan dengan ukuran 36 cm x 12,5 cm. Ada 6 baris tulisan pada permukaan batu prasasti yang ditulis menggunakan Aksara Sunda Kuno dan berbahasa Melayu Kuno. Isinya merupakan mantra atau doa permintaan tolong kepada para dewa seperti Batara Guru (Siwa), Brahma, Wisnu, dan penguasa alam seperti penguasa air dan tanah.

Dalam doanya, si pembuat prasasti memohon agar para dewa dan penguasa alam dapat memberkahi dan menjaga keselamatannya dari marabahaya serta serangan musuh. Keberadaan prasasti yang jauh dari pusat Kerajaan Sunda ini menimbulkan pertanyaan, apakah pembuatnya seorang pedagang, pengembara, atau bagian dari perluasan Kerajaan Sunda ke Lampung pada masa itu.

Prasasti Perjanjian Sunda-Portugis

gambar prasasti perjanjian sunda-portugis

Prasasti Perjanjian Sunda-Portugis yang juga dikenal sebagai Padrão Sunda Kelapa adalah monumen bersejarah yang merekam peristiwa penting dalam hubungan Kerajaan Sunda dengan bangsa Portugis di awal abad ke-16 Masehi. 

Prasasti ini berupa tugu batu atau padrão ditemukan pada tahun 1918 di Batavia (Jakarta) oleh seorang insinyur Belanda bernama Ir. Van Erp.

Padrão tersebut awalnya didirikan oleh armada dagang Portugis yang tiba di pelabuhan Sunda Kelapa pada 21 Agustus 1522, dipimpin oleh Enrique Leme. Mereka diutus Gubernur Portugis di Malaka untuk menjalin hubungan dagang dengan Kerajaan Sunda yang saat itu diperintah oleh Prabu Surawisesa.

Isi prasasti mencerminkan butir-butir perjanjian yang disepakati antara Portugis dan Sunda, yaitu izin mendirikan benteng pertahanan untuk Portugis di Pelabuhan Sunda Kelapa, pertukaran barang dagangan termasuk senjata api, dan hak eksklusif memperoleh rempah-rempah khususnya lada dari Kerajaan Sunda.

Perjanjian tersebut menandakan harapan Pajajaran untuk memperkuat diri menghadapi ancaman Demak dan Banten dengan bantuan kekuatan militer Portugis. 

Sayangnya upaya ini tidak berhasil karena armada Portugis tidak pernah tiba. Prasasti Padrão ini kini disimpan di Museum Nasional Indonesia sebagai satu-satunya artefak yang membuktikan hubungan luar negeri Kerajaan Sunda.

Situs Karangkamulyan

Situs Karangkamulyan adalah sebuah situs purbakala yang berasal dari masa Kerajaan Galuh atau Kerajaan Sunda di Jawa Barat. Terletak di Desa Karangkamulyan, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, situs seluas 25,5 hektar berada di tepi jalan poros Ciamis-Banjar.

Situs yang didominasi corak Hindu-Sunda itu diperkirakan berasal dari abad ke-7 hingga 15 Masehi. Ciri khas Situs Karangkamulyan adalah adanya pola kelipatan angka tiga dalam tata letak bangunan-bangunannya, yang melambangkan konsep Triloka atau tiga dunia dalam kosmologi Hindu.

Situs ini menyimpan setidaknya 9 titik situs arkeologi penting, yaitu Batu Pangcalikan, Panyabungan Hayam, Sanghyang Bedil, lambang peribadatan, Cikahuripan, Panyandaan, Pamangkonan, Makam Adipati Panaekan, dan tumpukan batu Sri Bhagawat Pohaci. Monumen-monumen tersebut diduga memiliki fungsi ritual keagamaan pada masanya.

Kesimpulan

gambar peninggalan kerajaan sunda

Kerajaan Sunda merupakan kerajaan Hindu-Buddha yang pernah berjaya di Jawa Barat. Kerajaan ini telah meninggalkan beragam peninggalan sejarah yang mencerminkan peradaban dan kemakmuran masa keemasannya.

Peninggalan-peninggalan tersebut, antara lain berupa prasasti, perjanjian diplomatik, hingga kompleks situs keagamaan. Prasasti Cikapundung dan Batu Kebon Kopi II misalnya, memberi informasi mengenai tata pemerintahan kerajaan Sunda. Kemudian, Prasasti Perjanjian Sunda-Portugis menandai upaya kerajaan menjalin hubungan Internasional.

Adapun Situs Karangkamulyan yang luas dan mencerminkan kekayaan spiritual serta kepercayaan masyarakat Sunda kuno. 

Semua peninggalan budaya tersebut telah ditetapkan sebagai cagar budaya dan wajib untuk terus dijaga kelestariannya sebagai identitas bangsa Indonesia.