Zaman Paleolitikum: Mengenal & Sifat Kehidupan Manusia Purba

Zaman paleolitikum adalah kehidupan zaman batu yang memiliki ciri khas dalam perkembangan alat - alatnya dari batu. Diperkirakan zaman ini berlangsung sekitar 600.000 - 10.000 tahun yang lalu.

Sebelum lanjut, apakah Anda tahu dan pernah membayangkan bagaimana kehidupan manusia purba terbentuk di zaman paleolitikum? 

Zaman paleolitikum dikenal juga sebagai zaman batu tua yang merupakan periode awal perkembangan manusia di mana alat-alat batu kasar membentuk peradaban primitif. 

Dalam artikel ini, kami akan mengenalkan Anda dengan zaman paleolitikum hingga sifat kehidupan manusia purba pada saat itu. 

Bagaimana mereka berhasil bertahan dalam lingkungan yang penuh tantangan? Bagaimana pola hidup nomaden manusia purba dapat membentuk pemahaman mendalam tentang alam? Apa peran alat-alat batu dalam kehidupan sehari-hari manusia purba? Apakah Anda penasaran?

Maka dari itu, mari baca artikel ini sampai selesai untuk mengetahuinya.

Mengenal Zaman Paleolitikum

Gambar Zaman Batu Tua
Gambar Zaman Batu Tua
Zaman paleolitikum adalah periode praaksara yang ditandai dengan perkembangan alat-alat batu yang masih kasar dan belum dihaluskan. Nama lain zaman paleolitikum yaitu zaman batu tua.

Menurut beberapa penelitian, zaman ini diperkirakan berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu hingga akhir zaman es sekitar 10.000 tahun Sebelum Masehi. 

Sementara, jenis manusia purba yang mendukung zaman ini, seperti Pithecanthropus Erectus, Homo Wajakensis, dan Meganthropus Palaeojavanicus.

Manusia purba yang hidup pada zaman ini memiliki pola hidup yang bergantung pada alam, yaitu dengan berburu dan meramu makanan dari tumbuhan dan binatang liar. 

Selama zaman paleolitikum, manusia purba hidup dalam kelompok kecil untuk memudahkan mencari makanan dan sumber daya alam. Mereka juga mengandalkan alam sebagai sumber utama kehidupan dalam berbagai pemenuhan kebutuhan hidup.

Disamping itu, mereka juga hidup secara nomaden, yaitu berpindah-pindah tempat tinggal sesuai dengan ketersediaan sumber daya alam di sekitarnya. 

Peninggalan zaman paleolitikum dapat Anda temukan di berbagai wilayah, terutama di daerah pacitan dan ngandong. Beberapa peninggalan zaman paleolitikum yang berhasil ditemukan, seperti: 

  • Kapak genggam.
  • Flakes/alat serpih.
  • Kapak perimbas. 

Peninggalan yang digunakan tersebut pada masa ini terbuat dari batu, tulang, tanduk, dan bahan alam lainnya yang diolah dengan cara memahat, memecah, atau mengikis untuk membentuk alat yang diperlukan.

Perlu Anda tahu bahwa zaman paleolitikum merupakan zaman awal dari perkembangan kebudayaan manusia sebelum memasuki zaman mesolitikum dan neolitikum.

Kondisi lingkungan dan iklim zaman paleolitikum

Pada zaman paleolitikum, kondisi lingkungan dan iklim sangat dipengaruhi oleh siklus glasial dan interglasial. Siklus glasial dan interglasial yaitu perubahan iklim global yang disebabkan oleh naik turunnya permukaan air laut. Hal ini diakibatkan oleh pencairan dan pembekuan es di kutub.

Pada masa glasial, permukaan air laut pada zaman paleolitikum menurun hingga 100 meter dari permukaan saat ini. Hal tersebut menyebabkan terbentuknya jembatan darat antara benua-benua yang sekarang terpisah oleh lautan. 

Contohnya adalah jembatan darat Sunda yang menghubungkan Asia Tenggara dengan Australia dan jembatan darat Bering yang menghubungkan Asia dengan Amerika Utara.

Dimana jembatan darat ini memungkinkan terjadinya migrasi dan penyebaran makhluk hidup, termasuk manusia purba, dari satu benua ke benua lain.

Sementara pada masa interglasial, permukaan air laut zaman paleolitikum naik hingga mencapai atau melebihi permukaan saat ini. Hal ini menyebabkan terputusnya jembatan darat dan mengisolasi populasi makhluk hidup di benua-benua yang terpisah. 

Biasanya, masa interglasial lebih hangat dan lembab daripada masa glasial, sehingga menyebabkan perubahan vegetasi dan fauna di berbagai wilayah. 

Selain itu, masa interglasial juga memicu perkembangan kebudayaan manusia purba, seperti penggunaan api, pembuatan perhiasan, seni lukis gua, dan ritual pemakaman.

Anda perlu tahu bahwa kondisi lingkungan dan iklim pada zaman paleolitikum sangat beragam dan dinamis. Hal tersebut tergantung pada lokasi geografis, ketinggian, curah hujan, dan siklus glasial dan interglasial. 

Secara umum, iklim pada zaman paleolitikum lebih dingin dan kering daripada iklim saat ini, sehingga menyebabkan penurunan tingkat biodiversitas dan meningkatnya kepunahan berbagai macam spesies. 

Tentunya, manusia purba yang hidup pada zaman ini harus dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan iklim yang keras dan berubah-ubah. Hal ini termasuk dengan cara berburu, meramu, dan berpindah-pindah tempat tinggal sesuai dengan ketersediaan sumber daya alam.

Sifat Kehidupan Manusia Purba pada Zaman Paleolitikum

Gambar Zaman Paleolitikum
Gambar Zaman Paleolitikum

Kehidupan nomaden

Kehidupan nomaden merupakan sifat kehidupan zaman paleolitikum yang paling menonjol.

Manusia purba pada zaman paleolitikum menerapkan pola hidup nomaden yang mengharuskan mereka berpindah-pindah tempat untuk mencari sumber makanan. Hal ini karena manusia purba bergantung terhadap ketersediaan makanan di alam. 

Perlu Anda tahu bahwa ketergantungan yang mendalam pada pola migrasi ini membentuk hubungan erat antara manusia purba, lingkungan dan ekosistem sekitar. 

Dengan menjelajahi berbagai wilayah, maka manusia purba tidak hanya mengembangkan pengetahuan tentang beragam sumber daya alam yang ada, tetapi mereka juga mengasah naluri observasi yang tajam terhadap perubahan cuaca, pergerakan hewan buruan, dan siklus alam lainnya. 

Tentunya, strategi nomaden yang digunakan oleh manusia purba bukan hanya sekadar respons terhadap perubahan sumber daya makanan, tetapi juga mencerminkan kemampuan adaptasi manusia purba dalam menghadapi perubahan di alam liar yang keras. 

Berikut ini adalah beberapa alasan nenek moyang hidup nomaden pada zaman paleolitikum yang dapat Anda ketahui:

  • Sumber daya makanan yang tidak stabil: Pada zaman ini, perlu Anda tahu bahwa  ketersediaan sumber daya makanan seperti hewan buruan dan tumbuhan liar tidak stabil. 

Pergerakan hewan-hewan buruan terkadang sulit untuk diprediksi dan musim berbuahnya tumbuhan dapat bervariasi. 

Oleh karena itu, manusia purba harus berpindah-pindah tempat untuk mengikuti pergerakan sumber daya makanan yang berubah-ubah.

  • Variabilitas lingkungan: Lingkungan pada zaman paleolitikum dapat berubah dengan cepat akibat perubahan iklim dan faktor alam lainnya. 

Hal ini menyebabkan nenek moyang manusia harus beradaptasi dengan perubahan lingkungan ini dengan cara berpindah tempat tinggal untuk mencari daerah yang lebih sesuai dan berlimpah sumber daya.

  • Pemanfaatan sumber daya yang lebih luas: Dengan hidup secara nomaden, maka manusia purba dapat memanfaatkan berbagai jenis sumber daya alam dari berbagai wilayah yang dieksplorasi, seperti berburu hewan dan buah-buahan.
  • Ketergantungan pada teknologi yang terbatas: Pada zaman Paleolitikum, teknologi dan alat-alat milik manusia purba yang tersedia sangat terbatas. 

Oleh karena itu, manusia purba harus mencari sumber daya alam baru jika sumber daya yang ada di suatu tempat sudah habis dimanfaatkan.

Berburu dan mengumpulkan makanan

Pada zaman paleolitikum, manusia purba bertahan hidup dengan mencari makanan melalui dua cara yaitu berburu hewan dan mengumpulkan tumbuhan. 

Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan energi, manusia purba menjadi ahli dalam memanfaatkan lingkungan sekitar.

  • Berburu hewan buruan: Manusia purba zaman paleolitikum sangat terampil dalam berburu. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan sumber protein untuk tubuh.

Dalam perburuannya, manusia purba memanfaatkan berbagai peralatan yang masih sederhana, seperti kapak genggam, kapak perimbas, dan flakes untuk mengejar dan menangkap hewan-hewan liar. 

Perlu Anda tahu bahwa, manusia purba saat itu memiliki indra penglihatan dan pendengaran yang tajam. Hal itulah yang menjadi faktor kunci manusia purba mampu mendekati hewan buruan dengan hati-hati. 

Kemudian, berbagai teknik berburu yang canggih seperti perangkap dan taktik perburuan kelompok juga berkembang seiring berjalannya waktu.

  • Mengumpulkan tumbuhan liar: Selain berburu hewan, diketahui juga bahwa manusia purba zaman ini mengumpulkan berbagai jenis tumbuhan liar yang dapat dimakan. 

Menurut beberapa penelitian, manusia purba mengonsumsi jenis tumbuhan liar, seperti buah-buahan, akar, daun, dan biji-bijian.

Tentunya, manusia purba pada zaman ini memiliki pengetahuan yang mendalam tentang tumbuhan yang aman untuk dikonsumsi dan cara mengolahnya. 

Manusia purba mengolah tumbuhan liar dengan menggunakan alat-alat yang masih sederhana seperti batu tumbuk dan alat pengupas.

Perlu Anda tahu bahwa pola hidup nomaden yang manusia purba lakukan berperan penting dalam keseimbangan antara berburu dan mengumpulkan makanan. 

Dengan berpindah-pindah tempat tinggal, maka memungkinkan manusia purba dapat mengakses berbagai sumber makanan yang berbeda sepanjang musim dan lokasi. 

Hal itulah yang memberi mereka pemahaman mendalam tentang perilaku hewan buruan dan tumbuhan liar, serta kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.

Hidup berkelompok

Diketahui bahwa manusia purba pada zaman paleolitikum menjalani kehidupan dengan berkelompok. Dengan hidup berkelompok, maka manusia purba tidak berjuang sendirian, melainkan mereka menggabungkan keahlian dan usahanya bersama.

Dalam menjalani kehidupan kelompok, manusia zaman paleolitikum sebagian besar bertempat tinggal di dalam gua-gua dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan zaman mesolitikum.

Kehidupan berkelompok yang dijalani oleh manusia purba memiliki beberapa manfaat, seperti dapat berburu bersama, mencari makanan bersama dan berbagi sumber daya yang ada.

Meskipun informasi pasti tentang jumlah anggota kelompok manusia purba pada zaman paleolitikum belum sepenuhnya terungkap, menurut beberapa ahli diperkirakan bahwa kelompok-kelompok ini berjumlah sekitar 20 hingga 50 anggota. 

Dalam kerjasama yang kuat, manusia purba mengumpulkan pengetahuan tentang lingkungan, teknik berburu, dan taktik bertahan dari generasi ke generasi. 

Tentunya, kolaborasi yang dilakukan oleh manusia purba ini dalam kehidupan berkelompok tidak hanya menjadikan berburu lebih efektif, tetapi menciptakan lingkungan sosial yang mendukung dan meningkatnya keterampilan serta pengetahuan.

Menggunakan alat-alat batu

Manusia purba pada zaman paleolitikum sangat terampil dalam mengolah batu menjadi alat yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. 

Mereka telah mampu mengembangkan berbagai teknik untuk membuat peralatan dari batu, seperti teknik serpih dan teknik pecking. 

Diketahui bahwa teknik serpih yaitu pemecahan batu dengan cara mengikisnya hingga membentuk tepi tajam yang berguna untuk mengiris daging atau mengupas kulit. Sementara itu, teknik pecking merupakan pukulan batu besar ke permukaan batu yang lebih kecil untuk membentuk alat dengan bentuk dan fungsi tertentu.

Tentunya, alat-alat batu yang dihasilkan oleh manusia purba dengan menggunakan teknik-teknik tersebut memiliki beragam fungsi, diantaranya:

  • Pemecah tulang: manusia purba menggunakannya untuk mendapatkan sumsum dan nutrisi dari tulang hewan buruan.
  • Peralatan tajam: manusia pada zaman ini telah mampu menciptakan berbagai peralatan tajam, seperti pisau dari serpihan batu. Dimana alat tersebut membantu dalam membongkar hewan buruan dan memproses daging. 
  • Alat berujung tumpul: selain membuat peralatan tajam, manusia purba juga membuat alat yang ujungnya tumpul seperti penghancur. Alat tersebut biasanya digunakan untuk menghancurkan tulang dan membuka isi di dalamnya.
  • Batu tajam: alat ini dimanfaatkan oleh manusia purba sebagai alat potong, mengupas kulit, dan memproses tumbuhan. 

Kegemaran manusia purba dalam membuat alat-alat dari batu dengan berbagai fungsi ini menunjukkan bahwa manusia purba memahami mengenai sifat bahan dan kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari. 

Menggunakan api

Pada zaman paleolitikum, kemampuan manusia purba untuk menguasai api menjadi salah satu pencapaian tertinggi yang membentuk peradaban awal. 

Hal ini karena penggunaan api dapat mengubah cara mereka berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Dengan adanya api sebagai sumber cahaya di malam hari, maka manusia purba dapat beraktivitas lebih lama dan aman.

Menurut beberapa penelitian, mungkin pada awalnya manusia purba mendapatkan api dari sumber alami seperti letusan gunung berapi atau kilatan petir yang mengenai pohon kering. 

Namun, seiring berjalannya waktu, manusia purba mulai belajar cara membuat dan menjaga api agar tidak cepat padam. 

Teknik awal yang mungkin digunakan oleh manusia purba dengan menggosok batu untuk menghasilkan percikan panas atau menggunakan alat tajam untuk menghasilkan percikan api dari percikan bunga api kering. 

Penemuan api ini memberikan manusia purba banyak keuntungan, seperti memasak makanan mentah, menghangatkan tempat tinggal, dan melindungi diri dari predator. 

Bahkan, kehadiran api di dalam gua memberi penerangan untuk melukis dan menciptakan suasana untuk berinteraksi dan berkumpul yang pada akhirnya manusia purba membangun kebersamaan dan identitas kelompok.

Kesimpulan

Zaman paleolitikum merupakan periode praaksara yang ditandai dengan perkembangan alat-alat batu kasar dan pola hidup manusia purba yang bergantung ke alam. Zaman ini diperkirakan berlangsung sekitar 600.000 - 10.000 tahun yang lalu sebelum masehi. 

Selain itu, kondisi lingkungan dan iklim pada zaman paleolitikum cukup tidak stabil. Hal ini karena pengaruh dari siklus glasial dan interglasial.

Zaman ini didukung oleh beberapa jenis manusia purba, seperti Pithecanthropus Erectus, Homo Wajakensis, dan Meganthropus Palaeojavanicus. 

Manusia purba pada zaman ini memiliki beberapa sifat kehidupan yang terkenal, seperti kehidupan nomaden, berburu dan mengumpulkan makanan, hidup berkelompok, menggunakan alat-alat batu dan api. 

Dengan demikian, zaman paleolitikum merupakan periode awal kehidupan manusia yang membentuk landasan penting bagi perkembangan budaya manusia selanjutnya dalam menghadapi lingkungan yang berubah-ubah.

Terimakasih telah membaca dan berkunjung